Tag Archives: brand awareness

Mari Kita Dekati Komunitas

tokohelm

Mendekati komunitas, itulah yang dilakukan oleh tokohelm.com, mereka membangun sebuah bisnis online untuk berjualan helm dengan cara  men-setup toko mereka sesuai dengan karakteristik dari pelanggannya. Itulah yang disampaikan pada waktu Fresh April 2009

Mereka sepertinya tau bahwa untuk berjualan helm mereka harus mengetahui karakteristik dari para bikers yang merupakan target pelanggan mereka. Hal yang paling mudah mereka lakukan adalah melebur dengan komunitas motor yang ada sehingga mereka bisa mengetahui kebiasaan, karakteristik sampai dengan bahasa pergaulan mereka. Dengan begini, diharapkan  para pembeli akan merasakan nyaman akibat envionment yang disetting sesuai dengan karakteristik pelanggan mereka.

Kenapa harus komunitas motor? bikers sangatlah luas, dijalan raya, ketika orang mengendarai motor bisa disebut sebagai bikers, tetapi orang yang benar-benar peduli terhadap motor adalah anggota dari komunitas motor, dan saya sangat setuju sekali dengan tokohelm.com, bahwa untuk mengetahui karakteristik dari bikers adalah dengan mendekati komunitas motor yang ada, karena setiap anggota komunitas motor, pastinya adalah bikers. Jadi jika mereka ingin melakukan Facus Group Discusssion (FGD) tidak perlu lagi ngumpulin orang di jalan, cukup datang dari komunitas ke komunitas.

Yang dilakukan mereka sangatlah menarik karena selain mereka bisa berjualan dengan pendekatan emosional, mereka bisa juga melakukan branding terhadap komunitas tersebut. Dengan melakukan branding maka penjualan pun bisa meningkat karena yang tokohelm.com tersebut dapat menjual ke komunitas motor yang ada akibat dari keputusan komunitas yang akan mewajibkan anggotanya untuk menggunakan helm dari toko tersebut sebagai bagian dari identitas dari komunitas.

Jika hal ini berhasil seharusnya tokohelm.com ini akan mendapatkan sense of belonging yang tinggi dari pelanggannya, karena mereka selain berjualan juga mencoba mengikat secara emotional pelanggan mereka.

Mari Berpromosi dengan Facebook Page

Facebook, hampir semua orang yang hidup di dunia maya tahu tentang applikasi social network ini. Sebuah applikasi yang membantu kita untuk saling berinteraksi sesama tanpa harus bertatap muka. Banyak sekali fasilitas yang ada di applikasi ini. Tapi yang agak menjadi perhatian saya adalah fasilitas Page-nya.

Dengan fasilitas ini, jika kita memiliki sebuah produk, kita bisa membuat sebuah halaman tersendiri sebagai media promosi. Setelah page jadi maka orang-orang yang memang menggemari produk tersebut dapat menjadikan bagian dari profile mereka (Became a Fan). Fasilitas dalam page ini pada dasarnya sama saja dengan profile seseorang, tapi karena page ini merupakan promosi produk jadi kita bisa suggest ke orang-orang lain di sekitar kita untuk mempromosikannya.

Memang banyak jalan untuk mempromosikan selain dengan cara suggest seperti di atas. Yang menarik disini adalah efek daripada orang-orang yang telah menjadi fans tersebut. Anda tentu ingat dengan Multi Level Marketing (MLM) yang sempat booming itu, konsep yang terjadi pada Facebook kurang lebih mirip seperti MLM ini. Jika teman kita menjadi fans dari suatu produk, maka aktifitas ini akan ditampilkan di news feed kita, terkadang jika kita merasa produk itu adalah bagian dari kita, maka kita cenderung akan mengkliknya (Ingat kasus Say No To Megawati). Dan jika ada orang lain lagi yang melihatnya, dan merasa produk tersebut adalah produk kegemarannya, maka dia juga cenderung akan menjadi fans juga. Dan seterusnya, hal ini akan terus terjadi. Dengan begini semakin banyak fans yang terkumpul, maka kita tidak perlu melakukan aktivitas promosi untuk page yang kita buat.

Jika kita telah membuat page ini, biasanya kita akan mendapatkan sebuah halaman administrator sebagai media analisa, disini kita bisa melakukan tracking terhadap jumlah fans, dan juga aktivitas lainnya. Saya sekitar lima bulan yang lalu mencoba membuat page untuk produk-produk dari kantor saya, yaitu simPATI, Kartu As, dan kartuHALO. Saya sempat sedikit kagum terhadap perkembangannya. Dari total penggemarnya, saya coba korelasikan dengan brand awareness-nya, dan ternyata benar, produk yang awarenessnya sangat tinggi berdasarkan hasil survey lembaga survey, menunjukkan pertumbuhan jumlah fans yang sangat cepat.

Selain daripada itu, insight yang disediakan dalam page tersebut dapat membantu saya menentukan positioning produk tersebut berdasarkan umur. Jika saya dibandingkan dengan data hasil survey ataupun data internal, inisight ini menunjukkan kecendrungan yang sama terhadap profil pelanggan.

Kartu Flazz BCA vs T-Cash

Kartu Flazz BCA dan T-Cash (Telkomsel Cash) merupakan sebuah alat pembayaran baru. Bentuk alat pembayaran ini bukan berupa kertas ataupun logam, tapi berupa kartu yang didalamnya terdapat chip yang dapat menyimpan data-data tertentu. Kartu ini juga berbeda dengan kartu kredit ataupun debit, jika kartu kredit atau debit kita masih perlu “menggesek” pada mesin tertentu, tetapi dengan kartu ini kita hanya perlu menempelkan saja chip yang ada pada kartu tersebut dengan mesin tertentu.

Sepengamatan saya, T-Cash belum berjalan seberhasil Kartu Flazz BCA, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

  • Jumlah merchant dari Kartu Flazz BCA lebih banyak dari pada T-Cash. Saat ini T-Cash hanya memiliki 7 merchant dan Kartu Flazz BCA memiliki 36 merchant. Jumlah merchant erat kaitannya dengan transaksi dan users, semakin banyak merchant semakin banyak transaksi, semakin banyak transaksi berati semakin banyak juga user yang menggunakannya. Tapi jika kita lihat historynya, BCA memang dengan mudah menemukan merchant, karena mereka memang sudah ada merchant dari produk yang lain seperti debit ataupun credit card, dan mereka tinggal mempengaruhi saja untuk menambah fitur pada merchant yang sudah ada.
  • Pembangunan Brand Awareness T-Cash sepertinya tidak segencar dari Kartu Flazz BCA, hal ini terlihat dengan tidak banyaknya iklan-iklan T-Cash di media manapun dibanding dengan Flazz, Kartu Flazz BCA saja sudah ada TVC-nya, yang menurut research company, recall dari TV itu sangatlah baik dibanding lainnya.
  • T-Cash memiliki barier dalam recarghe, Kartu Flazz BCA memang dibuat oleh bank dimana transaksi keuangan seorang nasabah mereka bisa langsung dimutasi kedalam Kartu Flazz BCA melalui ATM tanpa harus datang ke banknya,  sedangkan bagi T-Cash yang diusung oleh operator telekomunikasi, untuk me-recharge kartu tersebut para pelanggan harus datang ke graPARI terdekat, dan tidak ada jalan lain.

Tapi dari ke kurang berhasilan ini sebenernya T-Cash memiliki satu value added dibandingkan dengan Kartu Flazz BCA. T-Cash bisa mereka kembangkan agar dapat bertransaksi dengan menggunakan SMS atau GPRS atau bar code yang ditanam di telepon genggam pelanggan mereka, hal ini akan lebih memudahkan pelanggan dalam bertransaksi, karena hanya cukup membawa handphone untuk bertransaksi.

Personal Brand

Personal Brand adalah merek yang melekat pada sesuatu dan sesuatu tersebut adalah individu atau seseorang.

Layaknya sebuah brand, maka Personal Brand itu harus memiliki Brand Awareness, dan juga Brand Association. Pengertian dari Brand Awareness dalam Personal Branding adalah sejauh mana orang mengenal dan mengingat kita. Sedangkan untuk Brand Association adalah hal-hal apa yang mengasosiasikan diri kita, misalnya pekerjaan kita, lingkungan kita, teman kita bergaul, dan attitude dari diri kita.

Salah satu cara untuk meningkatkan Brand Awareness dan Brand Association adalah dengan cara branding. Banyak cara dalam  melakukan Personal Branding, salah satunya adalah blog. Semakin banyak orang mengunjungi blog kita, semakin mudah blog kita diingat orang, dan karena blog itu melekat pada individu bloggernya, logikanya semakin tinggi pula index dari Brand Awareness kita. Dalam blog juga akan tercipta asosiasi apa saja yang melekat pada diri kita. Asosiasi ini bisa kita bentuk dari sisi kita atau dari pembaca yang kemudian akan mendefinisikan asosiasi tersebut.

Mari Membangun Komunitas

Komunitas adalah sebuah tools marketing yang baru yang mana tugasnya adalah sebagai salesman word of mouth. Mereka berbagi pengalaman antar sesama anggota komunitas terhadap suatu produk yang mereka pakai.

Membangun komunitas adalah susah-susah gampang. Komunitas terjadi karena adanya sekelompok orang yang membentuk sebuah perkumpulan karena mempunyai kesamaan ketertarikan terhadap sesuatu. Kebanyakan komunitas yang lahir akibat ketertarikan terhadap produk tertentu, dimulai dari pelanggan produk itu sendiri. Mereka mencari dan mengumpulkan teman-teman yang memiliki ketertarikan serupa, sehingga terjadilah komunitas itu secara alamiah.

Inilah arti sesungguhnya dari komunitas, para pelanggan terikat secara emosional dan functional. Mereka lahir karena kemauan dari diri sendiri, bukan di-trigger dari pihak manapun. Dengan begini mereka akan membanggakan produk tertentu tersebut dan akan membelanya mati-matian serta akan selalu merekomendasikan produk tersebut ke siapa saja. Mereka juga akan aktif untuk terus membangun komunitas ini tidak hanya menjadi lurker (anggota passive). Hal ini tentu saja menguntungkan perusahaan yang memilik produk tersebut, karena semakin besar komunitas, maka produk mereka juga akan terdengar semakin besar.

Ada juga komunitas yang dibangun oleh sebuah perusahaan. Kebanyakan perusahaan yang membangun komunitas memiliki tujuan untuk membuat pelanggan mereka menjadi terikat secara emosional dan functional terhadap produk mereka, sehingga pelanggan akan menjadi pelanggan yang merekomendasikan produk mereka dan membela produk mereka mati-matian (advocate customer).

Cara seperti ini kadang terkesan memaksa pelanggan untuk bergabung ke komunitas dan akibatnya komunitas yang terjadi adalah komunitas semu. Calon anggota hanya akan mendaftar saja dan anggota komunitas tersebut akan menjadi anggota passive, mereka hanya menjadi lurker dan pengembangan komunitas pun menjadi satu arah, hanya dari perusahaan saja. Contohnya apabila perusahaan mengadakan event, para anggota mereka akan senang, tetapi setelah satu langkah keluar venue event, mereka hanya akan berterima kasih terhadap perusahaan dan komunitas perusahaan tersebut.

Apalah arti komunitas tanpa anggota yang kreatif dan aktif, jika seperti ini maka ini hanya bentuk terima kasih perusahaan terhadap pelanggan saja, tanpa ada efek samping terhadap produk mereka. Ingat!!! semakin besar komunitas akibat produk, maka nama produk tersebut akan selalu dibawa sehingga brand awareness produk tersebut akan semakin meningkat.

Terkait dengan membangun komunitas ini, saya terbesit sebuah ide yang menurut saya sangatlah menarik. Saya memanfaatkan teori matematika himpunan yaitu tentang irisan. Kenapa perusahaan tidak memanfaatkan komunitas-komunitas yang sudah ada dan mengambil irisan dari sesama komunitas tersebut. Misalnya Komunitas A beranggotakan 20 dan 10 diantaranya tertarik terhadap produk A, Komunitas B beranggotakan 30 dan 15 diantaranya tertarik juga terhadap produk A, lalu Komunitas A dan Komunitas B digabungkan dalam sebuah kegiatan, dan mempertemukan anggotanya. Nah dari pertemuan Komunitas A dan Komunitas B dicari anggota dari masing-masing komunitas tersebut yang memiliki ketertarikan yang sama terhadap produk A (dalam hal ini 25 orang), dan mereka di-trigger untuk membentuk suatu komunitas terhadap produk A.

irisan-komunitas

Jadi pembentukan komunitas ini seolah-olah bukan dari perusahaan tapi dari pelanggan mereka. Perusahaan hanya berperan untuk me-manage komunitas-komunitas yang sudah ada. Bentuk trigger inilah yang harus dibentuk oleh perusahaan, bagaimana membuat produk mereka agar bisa diperbincangkan. Dalam contoh perusahaan pemilik produk A harus membuat produk A diperbincangkan oleh 25 orang sehingga mereka tertarik untuk membuat sebuah komunitas. Anggota pada komunitas tersebut pasti akan tetap aktif di komunitas sebelumnya karena induk mereka tetaplah di komunitas sebelumya tersebut.

Setelah terbentuk komunitas tersebut, hendaknya perusahaan tidak hanya membuat sebuah kegiatan dari sisi mereka, tetapi melibatkan para anggotanya. Mereka harus mengikut sertakan anggota mereka untuk meng-generate ide dan untuk menjadi event orginizer.

Iklan di Nada Tunggu (RBT/NSP)

Salah satu bentuk dari mobile advertising adalah si advertiser memasang iklannya di Nada Tunggu dari pelanggan kartu seluler. Iklan yang dipasang berupa jingle dari suatu produk atau jingle dari perusahaan tertentu yang memasang iklannya.

Salah satu operator yang telah melakukan ini adalah Bakrie Telecom (BTel) dengan produk mereka Esia, mereka memberikan penawaran kepada pelanggan mereka dengan cara  jika pelanggan mereka memasang iklan pada nada tunggu maka akan mendapatkan bonus 4000 karakter SMS.

Nada Tunggu ini lebih efektif dibandingkan dengan SMS atau MMS yang sering kita dapatkan. Terkadang saya merasa terganggu karena adanya SMS atau MMS yang masuk tiba-tiba ternyata hanya sekedar iklan. Dan akhirnya saya memberikan predikat bahwa SMS iklan ini adalah SPAM bukan sebuah media.

Berbeda dengan nada tunggu,  karena nada tunggu tersebut hanya saya dapatkan pada waktu saya menelpon seseorang yang memasang fasilitas tersebut dan juga datangnya tidak secara tiba-tiba, jadi kita hanya mendengarkan saja dan tidak menebak content dari nada tunggu tersebut sebelumnya. Paling-paling yang saya beri komentar bukan operatornya tetapi si pemasang iklan tersebut.

Dari segi psikologis, SMS dan MMS lebih besar kemungkinannya untuk tidak dibaca, saya sudah berasumsi terlebih dahulu sebelum membuka SMS atau MMS, bahwa jika pengirimnya operator maka kecendrungannya iklan, jadi mending dihapus saja. Nada tunggu ini lebih terekam di otak, karena kita mendengarkan melalui telinga seperti mendengarkan lagu dengan headset yang biasanya lebih gampang untuk mengingatnya (seperti brain wash), hal ini sangatlah baik untuk meningkatkan brand awareness.